Begitu Senja
Kutelusuri garis itu
Membentuk formasi di sudut kelopak
Kelopak matanya yang semakin lusuh
Terbentang panjang di atas dahi
Bersatu bersama guratan lain
Kutelusuri rambut itu
Berbaris memutih di kulit kepala
Semakin hari semakin pias
Dipanggang mentari, dilumat keringat
Kutelusuri wajah itu
Rahangnya tak lagi kukuh
Garis bibirnya tak lagi lentur bertutur
Matanya tak lagi awas
Keletihan yang menggantung di sana
Mengatakan bahwa ia sudah sangat senja
“Tak ada waktu yang tersedia untukku berada di sampingnya, untuk sekedar mengunggkapkan rasa
sayangku padanya, hanya duduk dalam boncengannya ai bercerita sepanjang perjalanan, dengan
suara yang bertarung dengan jalanan, satu kali dalam seminggu, ya hanya itu waktu kebersamaan
kami, andai ada hari ayah akan kubacakan puisi ini di hadapannya, tapi sayangnya dunia tak
sepakat denganku, hanya dalam laptop ini kuharap ia sempat membacanya sebelum ia menutup
hidupnya.”
Biarkan aku melukis wajah
Menjabarkan kerinduanku
Bairkan aku memikirkannya sejenak
Merenungkan kehampaanku
Hampir semua lembar takdir dijelajahinya
Sudah panjang nafasnya
Derita hitam kelopak bawah matanya
Tak pernah usai alur kesabarannya
Baginya aku adalah darah
Menyebarkan segenap tenaga di tubuhnya
Dan bagiku ia adalah langit
Yang tak mengenal waktu memayungiku
Tanpa pernah mengenal malam atau siang
Cintaku ibu
(Ranal F _ Fossei Jabodetabek)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar